MULUDAN
Diposting oleh BLOG BUDAYA NUSANTARA | 05.22 |Dalam sebuah hajatan haulan (peringatan hari kematian) almaghfurlah KH. Ali Ma’shum di Pondok Pesantren Krapyak Jogjakarta, almaghfurlah KH Fuad Hasyim (Pengasuh Pondok Pesantren Buntet Cirebon) menjelaskan pentingnya menyelenggarakan haulan seorang tokoh. ”Ada tiga alasan kenapa disunnahkan menyelenggarakan holan seorang tokoh masyarakat,” kata Kang Fuad –demikian KH Fuad Hasyim biasa dipanggil.
Pertama, pentingnya arti mengingat kematian. Kita harus selalu ingat bahwa Allah SWT siap mengambil nyawa kita tanpa perlu permisi. Alasan kedua, kita butuh mengenang jasa-jasa orang saleh seperti kiai atau ulama. Kenapa kebutuhan? Jawabnya, agar kita bisa meniru, menghidupkan lagi, menyebarkan, amal-amal saleh yang telah dilakukan olehnya. Dengan kata lain, haulan adalah sebuah upaya melanjutkan sunnah hasanah (tradisi baik) yang telah dilakukan almarhum. Kalau ini bisa dilakukan dengan baik, maka pahala bukan hanya kita yang mendapatkan, tapi juga bagi almarhum.
Alasan ketiga, kata Kang Fuad, tak kalah pentingnya adalah, mendoakan almarhum. Orang Jawa biasa menyebutnya dengan kirim dungo, mengirimkan doa. Ritual kirim dungo yang dilakukan secara berjama’ah tidak hanya berdimensi transendental (Tuhan), tapi juga sosial. Haulan merupakan forum perjumpaan dan solidaritas sosial (silaturahim). Sebab, dengan berkumpul atau berjama’ah, jaring-jaring sosial akan semakin kukuh.
Saya masih ingat, bagaimana gaya almarhum Kang Fuad menjelaskan makna dan fungsi holan dengan panjang lebar, namun tetap ringan, mudah dipahami dan menghibur. Kang Fuad memang dikenal singa podium. Ia bukan saja alim ilmu agama dan sempurna menguasi retorika, tapi juga bersuara merdu, sehingga ia selalu menyelipkan dua atau tiga lagu berbahasa Arab atau Jawa dalam tiap cermahnya, tentu saja shalawat kepada Nabi SAW tak ketinggalan. “Hebatnya”, Kang Fuad tidak selalu menyelipkan dalil-dalil agama (nash Al-Qur’an, hadits, serta pendapat para ulama). Kenapa “hebat”? Karena ia yakin bahwa “tindakan agama” tidak musti disandarkan pada “dalil-dalil agama” (tekstual/nash, Al-Quran dan hadits). Dan memang, ritual haulan tidak ada dalil agamanya, secara khusus dan tersurat.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar